Selasa, 12 Februari 2008


Ada Apa Dengan Merokok ?
Meski semua orang tahu akan bahaya yang
ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak
pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang
masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat
dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan
rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan.
Hampir setiap saat dapat disaksikan dan di jumpai
orang yang sedang merokok. Bahkan bila orang merokok
di sebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun
orang tersebut tetap tenang menghembuskan asap
rokoknya dan biasanya orang-orang yang ada
disekelilingnya seringkali tidak perduli.

Hal yang memprihatinkan adalah usia mulai merokok yang
setiap tahun semakin muda. Bila dulu orang mulai
berani merokok biasanya mulai SMP maka sekarang dapat
dijumpai anak-anak SD kelas 5 sudah mulai banyak yang
merokok secara diam-diam.


Bahaya Rokok


Kerugian yang ditimbulkan rokok sangat banyak bagi
kesehatan. Tapi sayangnya masih saja banyak orang yang
tetap memilih untuk menikmatinya. Dalam asap rokok
terdapat 4000 zat kimia berbahaya untuk kesehatan, dua
diantaranya adalah nikotin yang bersifat adiktif dan
tar yang bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian
umum Republika, Selasa 26 Maret 2002 : 19). Racun dan
karsinogen yang timbul akibat pembakaran tembakau
dapat memicu terjadinya kanker. Pada awalnya rokok
mengandung 8 – 20 mg nikotin dan setelah di bakar
nikotin yang masuk ke dalam sirkulasi darah hanya 25
persen. Walau demikian jumlah kecil tersebut memiliki
waktu hanya 15 detik untuk sampai ke otak manusia.

Nikotin itu di terima oleh reseptor
asetilkolin-nikotinik yang kemudian membaginya ke
jalur imbalan dan jalur adrenergik. Pada jalur
imbalan, perokok akan merasakan rasa nikmat, memacu
sistem dopaminergik. Hasilnya perokok akan merasa
lebih tenang, daya pikir serasa lebih cemerlang, dan
mampu menekan rasa lapar. Sementara di jalur
adrenergik, zat ini akan mengaktifkan sistem
adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang
mengeluarkan sorotonin. Meningkatnya serotonin
menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus keinginan
mencari rokok lagi. (Agnes Tineke, Kompas Minggu 5 Mei
2002: 22). Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat
sulit meninggalkan rokok, karena sudah ketergantungan
pada nikotin. Ketika ia berhenti merokok rasa nikmat
yang diperolehnya akan berkurang.

Efek dari rokok/tembakau memberi stimulasi depresi
ringan, gangguan daya tangkap, alam perasaan, alam
pikiran, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika
dibandingkan zat-zat adiktif lainnya rokok sangatlah
rendah pengaruhnya, maka ketergantungan pada rokok
tidak begitu dianggap gawat (Roan, Ilmu kedokteran
jiwa, Psikiatri, 1979 : 33).


Tipe-tipe Perokok

Mereka yang dikatakan perokok sangat berat adlah bila
mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari dan
selang merokoknya lima menit setelah bangun pagi.
Perokok berat merokok sekitar 21-30 batang sehari
dengan selang waktu sejak bangun pagi berkisar antara
6 - 30 menit. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 –
21 batang dengan selang waktu 31-60 menit setelah
bangun pagi. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar
10 batang dengan selang waktu 60 menit dari bangun
pagi.

Menurut Silvan Tomkins (dalam Al Bachri,1991) ada 4
tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect
theory, ke empat tipe tersebut adalah :

1. Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan
positif. Dengan merokok seseorang merasakan penambahan
rasa yang positif. Green (dalam Psychological Factor
in Smoking, 1978) menambahkan ada 3 sub tipe ini :

a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk
menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah
didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau
makan.

b. Stimulation to pick them up. Perilaku merokok hanya
dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.

c. Pleasure of handling the cigarette. Kenikmatan yang
diperoleh dengan memegang rokok. Sangat spesifik pada
perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu
untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk
menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit
saja. Atau perokok lebih senang berlama-lama untuk
memainkan rokoknya dengan jari-jarinya lama sebelum ia
nyalakan dengan api.

2. Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan
negatif. Banyak orang yang menggunakan rokok untuk
mengurangi perasaan negatif, misalnya bila ia marah,
cemas, gelisah, rokok dianggap sebagai penyelamat.
Mereka menggunakan rokok bila perasaan tidak enak
terjadi, sehingga terhindar dari perasaan yang lebih
tidak enak.

3. Perilaku merokok yang adiktif. Oleh Green disebut
sebagai psychological Addiction. Mereka yang sudah
adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan
setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya
berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah
membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena ia
khawatir kalau rokok tidak tersedia setiap saat ia
menginginkannya.

4. Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan.
Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena
untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena
benar-benar sudah menjadi kebiasaannya rutin. Dapat
dikatakan pada orang-orang tipe ini merokok sudah
merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis,
seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari. Ia
menghidupkan api rokoknya bila rokok yang terdahulu
telah benar-benar habis.


Tempat merokok juga mencerminkan pola perilaku
perokok. Berdasarkan tempat-tempat dimana seseorang
menghisap rokok, maka dapat digolongkan atas :

1. Merokok di tempat-tempat Umum / Ruang Publik:
· Kelompok homogen (sama-sama perokok), secara
bergerombol mereka menikmati kebiasaannya. Umumnya
mereka masih menghargai orang lain, karena itu mereka
menempatkan diri di smoking area.

· Kelompok yang heterogen (merokok ditengah
orang-orang lain yang tidak merokok, anak kecil, orang
jompo, orang sakit, dll). Mereka yang berani merokok
ditempat tersebut, tergolong sebagai orang yang tidak
berperasaan, kurang etis dan tidak mempunyai tata
krama. Bertindak kurang terpuji dan kurang sopan, dan
secara tersamar mereka tega menyebar "racun" kepada
orang lain yang tidak bersalah.

2. Merokok di tempat-tempat yang bersifat pribadi:

· Di kantor atau di kamar tidur pribadi. Mereka yang
memilih tempat-tempat seperti ini sebagai tempat
merokok digolongkan kepada individu yang kurang
menjaga kebersihan diri, penuh dengan rasa gelisah
yang mencekam.

- Di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan
sebagai orang yang suka berfantasi


Mengapa Remaja Merokok?


1. Pengaruh 0rangtua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa
anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang
tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu
memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman
fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok
dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan
rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam
Atkinson, Pengantar psikologi, 1999:294). Remaja yang
berasal dari keluarga konservatif yang menekankan
nilai-nilai sosial dan agama dengan baik dengan tujuan
jangka panjang lebih sulit untuk terlibat dengan
rokok/tembakau/obat-obatan dibandingkan dengan
keluarga yang permisif dengan penekanan pada falsafah
“kerjakan urusanmu sendiri-sendiri", dan yang paling
kuat pengaruhnya adalah bila orang tua sendiri menjadi
figur contoh yaitu sebagai perokok berat, maka
anak-anaknya akan mungkin sekali untuk mencontohnya.
Perilaku merokok lebih banyak di dapati pada mereka
yang tinggal dengan satu orang tua (single parent).
Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok
bila ibu mereka merokok dari pada ayah yang merokok,
hal ini lebih terlihat pada remaja putri (Al Bachri,
Buletin RSKO, tahun IX, 1991).

2. Pengaruh teman.

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak
remaja merokok maka semakin besar kemungkinan
teman-temannya adalah perokok juga dan demikian
sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dua kemungkinan
yang terjadi, pertama remaja tadi terpengaruh oleh
teman-temannya atau bahkan teman-teman remaja tersebut
dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya
mereka semua menjadi perokok. Diantara remaja perokok
terdapat 87% mempunyai sekurang-kurangnya satu atau
lebih sahabat yang perokok begitu pula dengan remaja
non perokok (Al Bachri, 1991)

3. Faktor Kepribadian.

Orang mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu
atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau
jiwa, membebaskan diri dari kebosanan. Namun satu
sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada
pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah
konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi
pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah
menjadi pengguna dibandingkan dengan mereka yang
memiliki skor yang rendah (Atkinson, 1999).

4. Pengaruh Iklan.

Melihat iklan di media massa dan elektronik yang
menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang
kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali
terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada
dalam iklan tersebut. (Mari Juniarti, Buletin RSKO,
tahun IX,1991).


Upaya Pencegahan


Dalam upaya prevensi, motivasi untuk menghentikan
perilaku merokok penting untuk dipertimbangkan dan
dikembangkan. Dengan menumbuhkan motivasi dalam diri
remaja berhenti atau tidak mencoba untuk merokok, akan
membuat mereka mampu untuk tidak terpengaruh oleh
godaan merokok yang datang dari teman, media massa
atau kebiasaan keluarga/orangtua.

Suatu program kampanye anti merokok buat para remaja
yang dilakukan oleh Richard Evans (1980) dapat
dijadikan contoh dalam melakukan upaya pencegahan agar
remaja tidak merokok, karena ternyata program tersebut
membawa hasil yang menggembirakan. Kampanye anti
merokok ini dilakukan dengan cara membuat berbagai
poster, film dan diskusi-diskusi tentang berbagai
aspek yang berhubungan dengan merokok. Lahan yang
digunakan untuk kampanye ini adalah sekolah-sekolah,
televisi atau radio. Pesan-pesan yang disampaikan
meliputi:

· Meskipun orang tuamu merokok, kamu tidak perlu harus
meniru, karena kamu mempunyai akal yang dapat kamu
pakai untuk membuat keputusan sendiri.

· Iklan-iklan merokok sebenarnya menjerumuskan orang.
Sebaiknya kamu mulai belajar untuk tidak terpengaruh
oleh iklan seperti itu.

· Kamu tidak harus ikut merokok hanya karena
teman-temanmu merokok. Kamu bisa menolak ajakan mereka
untuk ikut merokok.

Perilaku merokok akan memberikan dampak bagi kesehatan
secara jangka pendek maupun jangka panjang yang
nantinya akan ditanggung tidak saja oleh diri kamu
sendiri tetapi juga akan dapat membebani orang lain
(misal: orangtua)

Agar remaja dapat memahami pesan-pesan tersebut maka
dalam kampanye anti merokok perlu disertai dengan
beberapa pelatihan, seperti:

· Ketrampilan berkomunikasi

· Kemampuan untuk membuat keputusan sendiri

· Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan rasa
cemas/anxietas

· Pelatihan untuk berperilaku assertif

Kemampuan untuk menghadapi tekanan dari kelompok
sebaya, dll

Dengan cara-cara diatas remaja akan diajak untuk dapat
memiliki kemampuan dan kepercayaan diri dalam menolak
berbagai godaan untuk merokok, baik yang datang dari
media massa, teman sebaya maupun dari keluarga.
Melarang, menghukum, atau pun memaksa remaja untuk
tidak merokok hanya akan memberikan dampak yang
relatif singkat karena tidak didasari oleh motivasi
internal si remaja.

Tidak ada komentar: